YANG  MANIS  TIDAK  SELALU  MANIS
 
Oleh: Mira Suprayatmi
 
Gula dan makanan-makanan yang bergula tinggi, termasuk minuman-minuman penyegar, dapat menaikkan berat badan, serta menambah tenaga, tetapi kandungan gizinya secara keseluruhan boleh dikatakan sedikit.  Bahkan konsumsi gula yang berlebihan dapat menimbulkan berbagai penyakit.
Seperti contoh kasus di negara Jerman,
sekitar 80 milliar Mark ( sekitar 120 ribu milliar rupiah) per tahun
harus dibayar asuransi kesehatan untuk menanggulangi penyakit
yang disebabkan oleh kesalahan dalam penggunaan bahan makanan;
diantaranya adalah terlalu banyak makan makanan bergula.
 
Tak dapat diragukan bahwa bagi sebagian besar orang "manis" merupakan suatu rasa yang disenangi, bahkan oleh sebagian binatang pun "manis" adalah rasa yang mempunyai daya tarik sendiri.  Selanjutnya daya tarik terhadap hal yang manis itu akan terus meningkat, seperti ungkapan umum " lebih manis, lebih menarik".  Kecenderungan inipun untuk seorang anak bahkan orang dewasa sekalipun dapat merupakan kecanduan, artinya keinginan akan makanan yang manis akan terus bertambah, jika tidak kita sendiri yang membatasinya.  Hal ini terutama jika sejak bayi, makanan-makanan tambahan yang dikenal pertama telah diberi  bahan pemanis.

Sejauh ini, bahan pemanis utama yang digunakan manusia adalah "gula", kemudian selanjutnya berkembang bahan-bahan pemanis buatan selain gula.  Dengan bahan pemanis ini banyak orang menggunakannya sebagai hadiah bagi anak-anak untuk suatu prestasi tertentu atau sebagai ungkapan rasa cinta.  Hal ini selanjutnya dimanfaatkan oleh para industriawan yang khususnya bergerak dalam bidang makanan-makanan bergula (convectionery), seperti permen, coklat, minuman, kue-kue dsb.  Mereka menghubungkan segi iklan (promosinya) antara "kemanisan" dengan cinta, keberuntungan, pengertian, kemudahan dan berbagai daya tarik yang menyebabkan kita lebih terpikat dengan produk-produk berkadar gula tinggi tersebut.

Apa itu "gula" ?

Pengertian gula dapat dibedakan, pertama, sebagai gula sehari-hari yang ditambahkan dalam bahan makanan, yang telah diisolasi dari suatu bahan tertentu,  kedua sebagai gula yang terkandung secara alami dalam bahan makanan, seperti buah-buahan, sayuran, susu dan sebagainya, ketiga sebagai gula yang terkandung dalam darah.

Gula yang biasa kita gunakan dikenal dalam istilah kimia sebagai sukrosa yang diperoleh dari tebu atau nira dengan suatu rantai proses industri yang cukup panjang.  Selain itu dikenal pula gula anggur (dekstrosa), gula buah (fruktosa), sirop glukosa, maltodekstrin, maltosa, gula susu (laktosa).  Adapun kemanisan jenis-jenis gula di atas berbeda-beda, seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Gula tidak mengandung vitamin, tidak ada serat kasar, hanya sejumlah kecil mineral, akan tetapi mengandung kalori 394 kkal dalam 100 gram bahan.  Sepintas dapat dikatakan gula adalah sumber kalori, yang miskin nilai gizinya.  Semua bahan-bahan yang bernilai misalnya vitamin, mineral dan sebagainya hilang selama proses pemurnian gula, hingga akhirnya yang tersisa suatu bahan yang telah terisolasi, dan suatu konsentrat yang telah terdenaturasi.
 
 
Tabel 1. Nilai kemanisan jika dibandingkan dengan sukrosa (1,0)

Jenis bahan pemanis                                    Nilai Kemanisan

Fruktosa                                                             1.2
Gula Invert                                                          1.1
Sorbosa                                                              0.8
Glukosa                                                              0.7
Sorbit                                                                  0.5
Maltosa                                                               0.4
Laktosa                                                               0.3
Xylit                                                                     0.95
Cyclamat                                                        1.5 - 2.0
Sacharin                                                         2.0 - 7.0
 

Butuhkah tubuh sejumlah "gula" ?

Pada dasarnya manusia memerlukan sejumlah gula sebagai sumber energi bagi sel-sel tubuh dan otak, demi menjaga kelangsungan metebolisma,  pertukaran zat yang diproduksi sendiri dalam tubuh serta pembongkaran karbohidrat dari pati biji-bijian, kentang, kacang-kacangan, sayuran, buah-buahan  dsb. dalam usus untuk menjadi gula. Pencernaan dari pati menjadi gula  berjalan lambat. Selanjutnya gula yang terbentuk dari pati tersebut disalurkan melalui darah.  Berlainan dengan proses di atas, gula yang dikonsumsi langsung  akan lebih mudah tercerna dan cepat ditransportasikan ke dalam darah.  Supaya gula dari darah dapat ditransportasikan ke dalam sel tubuh dan otak, maka tubuh akan mengeluarkan  hormon insulin, bersamaan dengan itu optik gula darah akan turun.  Reaksi dalam tubuh inilah yang menyebabkan "lapar akan kemanisan".  Jika kita tambah lagi memakan gula, bukan berarti bahwa kita kemudian terbebas dari "lapar akan kemanisan, tapi bahkan sebaliknya, karena berikutnya akan terjadi  pembebasan hormon insulin kembali, dan siklus tersebut akan mulai dari awal lagi.  Terjadilah apa yang disebut "ketagihan akan hal yang manis".

Banyak orang mempertanyakan , "apakah ketagihan gula itu bawaan dari lahir ?".  Pada dasarnya manusia sejak dari kandungan sudah dikenalkan dengan rasa manis, karena dalam air ketuban dan air susu ibupun agak sedikit manis.  Akan tetapi selanjutnya "kegemaran" akan hal yang manis berkembang dimulai dari makanan bayi yang dibubuhi gula, teh yang bergula, susu yang ditambahkan gula, biskuit-biskuit dsb.

Organisasi Pangan Masyarakat Jerman (DGE) menyarankan kebutuhan kalori bagi wanita dewasa per hari sekitar 2000 kalori, laki-laki dewasa 2400 kalori, dan untuk gula tidak lebih dari 10 persennya, berarti sekitar 200 - 240 kalori, kalau kita bandingkan adalah sekitar 1/2 batang coklat Silver Quin atau 1/2 liter Coca cola.   Para pakar ilmu pangan  bahkan menyarankan, sebaiknya  penggunaan gula per hari tidak dalam batas maksimum, karena dalam berbagai bahan pangan lainnya yang dikonsumsi, terkandung pula sejumlah gula.

Gula  untuk menjadi kalori di dalam tubuh tidak dapat bekerja secara optimal,  ia memerlukan suatu jenis vitamin, yaitu vitamin B1 untuk menstimulir perubahan gula menjadi kalori.  Siapa yang secara teratur mengkonsumsi makanan bergula, maka harus pula makan makanan yang bergizi yang mengandung vitamin B1, seperti halnya produk-produk biji-bijian yang masih mengandung kulit arinya, kentang, sayuran dsb.  Kekurangan Vitamin B1 tersebut dapat menyebabkan lemahnya konsentrasi, mudah lelah, mudah panik, menjadi peka dan mudah tersinggung.  Sehingga dapat dikatakan gula bukan sebagai makanan penghilang stress/nervous yang seperti selama ini menjadi anggapan sebagian orang.  Akan tetapi 1-2 permen dikala "stress" dapat mempertahankan agar optik gula darah tidak rusak, sehingga menghindarkan serangan jantung tiba-tiba (infrak).

Kita tidak harus berkorban dengan tidak sama sekali makan-makanan bergula.  Satu potong coklat atau kue bergula, secara normal tidak akan mengganggu kesehatan.  Akan tetapi jika kegemaran akan hal yang manis (gula) ini terus bertambah, hanya kita sendiri yang dapat membatasinya.
 

Dampak apa yang timbul jika mengkonsumsi gula berlebihan ?

Terlalu banyak mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung gula dapat menimbulkan dampak-dampak yang merugikan, antara lain : karies pada gigi, gangguan pada pencernaan khususnya pada usus, kelebihan berat badan (gemuk), terasa sakit pada persendian, darah tinggi, penyakit jantung dsb.

Melalui ketidak teraturan pemeliharaan gigi (setelah mengkonsumsi makanan bergula) akan menghasilkan lapisan kotoran di gigi.  Melalui pembongkaran karbohidrat akan menghasilkan asam, yang dapat merusak lapisan email gigi dan meninggalkan pengkapuran (lapisan karies) pada gigi.  Kecenderungan  di atas lebih besar lagi, jika mengkonsumsi makanan bergula yang mengandung asam juga seperti Cola, minuman asam yang bergula atau makanan lain yang merupakan suatu kombinasi antara pati dan asam. Susu dapat menetralisir asam tersebut , jika dikonsumsi secara intensif, sama seperti memperbanyak air liur, melalui pengunyahan yang  intensif.  Oleh karena itu sebaiknya setelah mengkonsumsi makanan bergula atau kombinasi dari bahan-bahan pati dan asam, segera menyikat gigi, sehingga tidak ada yang tertinggal di gigi.

Menurut Dr. Günter Wiederman, Univ. Klinik Lubeck, Jerman, bahwa gula dapat memperbanyak atau menjaring flora (mikroba) usus dan merupakan makanan bagi jamur di usus.  Dan selanjutnya apa yang terjadi ?.  Jika jamur dalam usus berkembang biak mengakibatkan tidak berfungsinya usus secara normal, dan dalam kasus yang sangat parah dapat menyebabkan kematian.

Penggunaan makanan bergula tinggi dalam waktu yang lama tanpa disertai keseimbangan dalam gerak dapat mempertinggi pembentukan lemak dalam darah, selanjutnya dapat menaikkan arteriosklerose (gangguan pada arteri jantung) dan juga risiko serangan jantung mendadak.

Gula dan makanan bergula tinggi, termasuk sirop dan minuman penyegar, dapat menyebabkan kelebihan berat, karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa gula mengandung kalori yang cukup tinggi akan tetapi nilai gizinya sangat sedikit sehingga terjadi ketidakseimbangan energi, karena kita memakan lebih dari jumlah yang dibutuhkan. Kelebihan tersebut jika jika terjadi terus menerus akan diubah menjadi lemak dalam tubuh, dan inilah yang disebut kelebihan berat atau dalam istilah sehari-harinya disebut kegemukan.  Selanjutnya efek samping yang timbul akibat kelebihan berat  adalah karena gangguan pada sirkulasi lemak, sirkulasi darah, penyakit gula (diabetes), nyeri pada persendian.  Satu ungkapan yang sering didengungkan oleh ahli pangan maupun kesehatan adalah  "makan  tidak perlu terlalu banyak, namun berkualitas tinggi", dapat kita terapkan pula dalam mengkonsumsi makanan bergula tersebut.  Artinya  cukuplah kita mengkonsumsi gula secukupnya saja.
 
 

Bagaimana dengan Bahan Pemanis lain sebagai pengganti gula ?

Bahan seperti fruktosa, sorbit, xylit, laktat dan maltat dapat digunakan sebagai bahan pengganti gula. Masing-masing bahan di atas mempunyai kemanisan yang berbeda-beda jika dibandingkan dengan sukrosa  (lihat Tabel 1). Akan tetapi gula tersebut bukan bebas kalori sama sekali serta tetap mengisyaratkan adanya ketergantungan akan hormon insulin.  Gula jenis fruktosa (yang lebih manis dari gula biasa atau sukrosa) disarankan bagi orang penderita penyakit gula (diabet).  Bahan-bahan pengganti gula tersebut dalam jumlah tertentu, terutama bagi anak-anak dapat menyebabkan diare (mencret).  Akan tetapi bahan diatas bagi gigi tidak berbahaya, karena mikroorganisma tidak dapat mengubahnya menjadi asam.  Bila anda mempunyai produk "tanpa gula", akan tetapi terasa manis, maka lihatlah daftar penyusunnya, biasanya mengandung bahan pengganti gula seperti di atas atau bahan pemanis buatan.
 

Bahan pemanis buatan  adalah bahan pemanis yang dihasilkan melalui reaksi-reaksi kimia organik di laboratorium atau dalam skala industri, boleh juga dikatakan diperoleh secara sintetis, dan tidak menghasilkan kalori seperti halnya bahan pengganti gula.  Kebanyakan bahan pemanis itu campuran dari Sakarin dan Siklamat.  Organisasi Pangan Dunia (WHO) telah menetapkan batas-batas yang disebut  ADI werte (kebutuhan per orang tiap harinya), yaitu sejumlah yang dapat dikonsumsi tanpa menimbulkan resiko.  Nilai ini untuk orang dewasa tidak terlalu banyak berarti, tetapi bagi anak-anak relatif menimbulkan kepekaan yang besar.   Untuk sakarin batas tersebut adalah 5 mg per berat badan, adapun untuk siklamat 11 mg per kg berat badan, artinya jika 1 tablet  mengandung 16,5 mg sakarin atau 70 mg siklamat, maka untuk seorang yang berberat badan 70 kg jumlah yang disarankan untuk dikonsumsinya per hari tidak lebih dari 21 tablet sakarin atau 11  tablet siklamat.
 
Bahan pemanis buatan Aspartam, dalam bahasa industrinya Nutra sweet, Canderel  dan Assugrin Nutra Sweet.   Aspartam dihasilkan dari asam amino, tidak tahan panas, dan tidak boleh digunakan berlebihan, terutama bagi mereka yang mempunyai kepekaan tinggi terhadapnya, karena dapat menimbulkan gangguan tidur dan migrain.  Untuk orang yang menderita kelainan dalam pencernaan protein seperti Phenilketonuria, harus menjauhi bahan pemanis ini, karena mengandung bahan pembentuk protein Phenilalanin yang tak dapat dicerna oleh penderita di atas.  Akibatnya adalah mendapat gangguan pada sistim syaraf pusat.  Dalam dunia industri aspartam banyak digunakan pada minuman-minuman penyegar.

Bahan pemanis buatan lain  yang mempunyai kemanisan mirip aspartam adalah Acesulfam dengan nama industrinya Sunett.  Bahan pemanis ini sejak tahun 1990 diproduksi dalam jumlah cukup banyak.

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan melalui binatang-binatang percobaan, misalnya di Institut Kanker Nasional di Amerika, bahwa efek langsung bahan pemanis buatan ini sebagai penyebab kanker seperti yang selama ini diduga orang adalah sangat kecil.  Akan tetapi dalam penggunaannya tetap harus berhati-hati, tidak terlalu berlebihan artinya dalam dosis yang tinggi karena tetap dapat mengakibatkan adanya gejala-gejala kanker dalam waktu relatif lama.  Menurut salah satu pakar Teknologi Pangan yang juga pegawai FDA (Food Drug Administration), efek yang ditimbulkan pemanis buatan itu tidak langsung, mungkin harus menunggu 20 atau 30 tahun kemudian.  Akan tetapi ada keterkaitan antara mereka yang merokok dan mengkonsumsi sakarin dalam jumlah banyak dan sering, yaitu tingginya  risiko terserang kanker.   Bagi anak-anak sebaiknya bahan pemanis buatan ini dihindari, selain tidak mengandung kalori, juga tidak bernilai gizi.

Banyak produk diiklankan dengan kalimat-kalimat "rendah kalori", "bebas gula", "ringan" dsb, akan tetapi bahan pemanis lainnya tetap terkandung di dalamnya.  Sehingga kita sebagai konsumen jangan mudah tertipu dengan kata-kata "manis" yang berhubungan dengan "bahan pemanis", karena  "yang manis, tidak selalu manis dalam kesehatan".
 

Göttingen, 18 Juli 1996
 
 

Daftar Pustaka

  • Anonimous,  1994.  Lebensmittel Zutaten Liste.  Verbraucher Zentrale Hamburg e.V. Hamburg.
  • Gasper, Heidi et al.  1981.  Chemie in Lebensmittel.  Katalyse-Umweltgruppe e.V. Köln.     Köln.
  • Szwillus, Marlisa.  l989.  1 x 1 der richtigen Ernährung.  BLV Verlagsgesellschaft mbH,   München.
  • Walter, Angelika.  1994.  Bärenstarke Kinderkost.  Verbraucher Zentrale  Nordheim Westfalen e.V.   Düsseldorf.
  •  
     
    artikel pagi